Thing I Learned at Kitabisa: Git
Iya, Git yang ini. Buat mereka yang dekat dengan kehidupan software development seharusnya ngga asing dengan makhluk ini. Tapi itu ngga berlaku buat gw. Sejak kuliah sampai lulus di 2010, gw cuma kenal sama subversion itu pun cuma lewat TortoiseSVN, dan that’s it gw cuma satu project in real experience selama 3 bulan.
7 tahun kemudian, sebagai software engineer / analyst gw bertahan hidup tanpa tools versioning sama sekali simply karena tempat kerja gw saat itu emang ngga pake. Kita coding langsung ke server development lewat folder sharing. Changes tanpa review, langsung masuk environment development.
Di tahun-tahun terakhir sudah mulai terasa bahwa git ini perlu, niat terkumpul untuk implementasi di kantor, tapi sayang tidak kesampaian karena pindah team & role, dan gw juga bingung gimana mulai nya terutama untuk project yang udah jalan.
Beruntung waktu interview di Kitabisa (thanks to mas Galih dan kak Tamal) yang ngga nanyain aneh-aneh macam automation, git, dan lain-lain, gw yang waktu itu “cuma” punya ilmu PHP (itu pun cuma bermain dengan framework CodeIgniter) dan sedikit Java masih bisa diterima di tempat luar biasa ini. Di sini gw juga ketemu berbagai strategi branching yang bisa berbeda-beda dari tiap repo yang kita punya. Mulai dari yang simple, fork-ing mode, ala-ala trunk-based dan lain-lain sesuai kebutuhan masing-masing tim dan juga kesiapan CI/CD dari tim infra.
Dengan ilmu git yang alhamdulillah sudah gw miliki sekarang, gw tau apa yang bisa gw lakukan jika kembali ke kantor lama (yang gw yakin pas ini ditulis sudah diimplementasi di sana). Strategi nya bisa dibaca di sini.